Menyingkap Keadilan, Kisruh Lahan di Bakit Parittiga [bagian kesatu]

PN Mentok saat menyidangkan perkara lahan sengketa di Bakit, nomor : 4/Pdt.G/2021/PN.mtk (Foto : Tbo/Andi)

TBOnline [BANGKA] — Pengadilan Negeri (PN) Mentok, Bangka Barat, kembali menyidangkan perkara lahan bernomor : 4/Pdt.G/2021/PN.Mtk antara penggugat Sopian alias Bambang (mantan Kades Bakit 2009-2013) melawan Aidi bin Limbar (Tergugat 1), Masyumi (Tergugat 11), Brian Jonathan (Tergugat III), Rusli Pj Kepala Desa Bakit (Tergugat IV) serta Camat Parittiga (Turut Tergugat), pada Rabu, 30 Juni 2021.

Dalam agenda sidang yang mendengarkan kesaksian dari pihak penggugat, hadir H. Izhar Karim sebagai saksi pertama serta Jamaludin dan Saipul Bahri yang berdomisili di Desa Bakit, Parittiga, Bangka Barat, yang masing-masing sebagai saksi kedua dan ketiga.

Dalam persidangan ini, H. Izhar Karim yang pernah menjabat sebagai Kepala Desa Bakit periode tahun 1997-2006, mengungkapkan saat menjabat sebagai Kades tahun 1997, Sopian alias Bambang pernah mendatangi kediamannya dan meminta lahan untuk berkebun tanaman palawija, sayur-sayuran dan kelapa.

Para saksi dalam sidang di PN Mentok terkait perkara lahan di Bakit, Parittiga, Bangka Barat (Foto : Tbo/Andi)

“Ada juga Sopian membuat tambak ikan di areal lahan tersebut,” kata Izhar.

Namun saksi meyakini, Sopian tidak pernah membuat Surat Pengakuan Hak Atas Tanah (SPHAT) atau surat apa pun hingga Izhar tidak lagi menjabat sebagai kepala desa di tahun 2006.

“Sebelum nya tidak pernah ada kejadian sengketa lahan saat saya menjabat sebagai Kades Bakit, muncul nya sengketa lahan ini bermula saat Pak Masyumi menjual sebagian bidang lahan nya ke pengusaha tambak udang Ibu Selly, yang berada tepat di belakang rumah Pak Masyumi. Lahan tersebut di jual lantaran Pak Masyumi mengalami sakit gejala stroke, sehingga kalau berjalan tidak seperti layak nya orang normal,” ujar Izhar.

Berawal dari sini lah (penjualan lahan oleh Masyumi) sengketa ini terjadi.

“Dari pelaporan di Polsek Jebus, Polda Babel dan akhir nya sampai di PN. Mentok ini,” jelas nya.

Sopian alias Bambang Tidak Memiliki SPHAT

Sidang sengketa lahan di Bakit, Parittiga (Jebus) ini kemudian berlanjut pada Jum’at, 2 Juli 2021, saat PN Mentok menjadwalkan agenda sidang lapangan guna melihat pembuktian perkara nomor : 4/Pdt.G/2021/PN.Mtk.

Hadir di lokasi, Iwan Gunawan (Hakim Ketua), Sapoeriyanto (Anggota 1) dan Listyo Arif B (Anggota II). Hadir juga para pihak, antara lain : Sopian alias Bambang (Penggugat), Aidi bin Limbar (Tergugat I) dan Masyumi (Tergugat II) serta para pengacara penggugat dan tergugat.

Di lokasi lahan sengketa ini, hakim melihat dan menanyakan batas-batas lahan yang diakui oleh penggugat Sopian alias Bambang dan juga lahan serta batas-batas dari lahan tergugat I dan tergugat II.

Di sela sidang lapangan pembuktian perkara ini, TBO sempat mewawancarai Madirisa, Camat Parittiga, terkait dokumen pertanahan yang dimiliki para pihak.

“Saudara Sopian alias Bambang tidak pernah memiliki surat SPHAT dan lahan yang di akui milik Sopian alias Bambang yang menjadi sengketa dengan tergugat I dan II, juga belum diregister (tercatat) di Kantor Camat Parittiga,” kata Madirisa.

Hal ini juga dibenarkan Rusli, yang saat ini menjabat sebagai Pj Kades Bakit.

“Benar bahwa Sopian alias Bambang tidak memiliki SPHAT, melainkan Pak Sopian hanya memiliki surat keterangan memiliki lahan,” katanya.

Satu-satunya bukti pendukung yang dimiliki Sopian alias Bambang atas lahan sengketa tersebut, ialah saat ia diizinkan H. Izhar Karim mantan Kades Bakit 1997-2006 untuk berkebun di lahan tersebut.

Hakim Ketua Iwan Gunawan dan pengacara tergugat II Bujang Musa SH.MH dan Agus SH, serta pengacara tergugat III dan IV, saat pembuktian di lapangan pada Jum’at, 2 Juli 2021 (Foto : Tbo/Andi)

Sementara itu, Bujang Musa,. SH MH pengacara pihak Masyumi (Tergugat 2) menjelaskan bahwa Sopian alias Bambang mengakui lahan yang sudah dimiliki SPHAT tergugat 2 diterbitkan pada Juli 2020, sementara Sopian hanya berdasarkan surat keterangan desa yang diterbitkan Oktober 2020.

“Menurut keterangan klien kami, lahan yang disengketakan ini berasal dari lahan kebun milik orang tua yang dikelola sejak pada tahun 1970, lalu perkebunan pada tahun 1980 diteruskan oleh Masyumi sebagai anak nya. Namun karena membutuhkan biaya pengobatan, maka tergugat 2 baru membuat surat pada Juli 2020 untuk menjual lahannya,” kata Bujang Musa.

Sementara itu, lanjut Musa, bila menilik pengakuan Sopian, lahan tersebut tidak jelas perbatasannya, karena dalam surat keterangan desa berbatasan dengan kebun orang, padahal tidak ada kebun, yang ada hutan belantara yang baru ditebas.

“Sementara asal usul lahan tergugat 1 atas nama Aidi, berasal dari dari pinjam pakai kepemilikan lahan (alm) Adenan yang merupakan orang tua tergugat 2 Masyumi. Hal ini diakui dan terungkap di dalam sidang mediasi, bahwa yang pertama kali membuka kebun di lahan sengketa adalah (alm) Adenan,” jelas Bujang Musa. Andi Mulya

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *