Oleh : F.A Iwan *
Arti serta makna Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) sampai saat ini masih menjadi tanda tanya segelintir masyarakat atau publik, hal ini karena mungkin makna LP2B ini banyak disalah artikan (justru) oleh para oknum pejabat publik baik di tingkat desa, kota/kabupaten hingga provinsi.
Boleh jadi banyak masyarakat yang belum mengetahui apa itu LP2B? Apa saja peruntukannya? Apakah peruntukkannya bisa dialihfungsikan? dan lain-lain.

ILUSTRASI : Area persawahan yang masuk atau dikategorikan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang melekat banyak aturan perundang-undangan di dalam nya (Foto : Ist)
Digambarkan secara umum penjelasan atas pertanyaan-pertanyaan di atas berdasarkan peraturan yang ada di tingkat pusat, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (UU PLP2B) dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PP 1/2011).
Simak pembahasannya bawah ini:
Apa itu Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan?
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. (Pasal 1 angka 3 UU PLP2B )
Lalu apa peruntukkan LP2B?
Sesuai definisinya, LP2B pada prinsipnya adalah bagian dari bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi hanya untuk pertanian pangan demi menjaga ketahanan dan kedaulatan pangan.
Bolehkah LP2B Dialihfungsikan?
Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan. (Pasal 44 ayat 1 UU PLP2B).
Adakah pengecualiannya?
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat dialihfungsikan untuk kepentingan umum (Pasal 44 ayat 2 UU PLP2B).
Kepentingan umum itu meliputi: jalan umum, waduk, bendungan, irigasi, saluran air minum atau air bersih, drainase dan sanitasi, bangunan pengairan, pelabuhan, bandar udara, stasiun dan jalan kereta api, terminal, fasilitas keselamatan umum, cagar alam; dan/atau pembangkit dan jaringan listrik. (Pasal 36 ayat 1 PP 1/2011).
Selain kepentingan umum yang disebutkan di atas, alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan juga dapat dilakukan untuk pengadaan tanah guna kepentingan umum lainnya yang ditentukan oleh peratuan perundang-undangan. (Pasal 36 ayat 2 PP 1/2011).
Apa resikonya?
Segala bentuk perizinan yang mengakibatkan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan batal demi hukum, kecuali untuk kepentingan umum.
Risikonya, setiap orang yang melakukan alih fungsi tanah LP2B di luar ketentuan wajib mengembalikan keadaan tanah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ke keadaan semula. (Pasal 50 ayat 2 UU PLP2B)
Setiap orang yang memiliki Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat mengalihkan kepemilikan lahannya kepada pihak lain dengan tidak mengubah fungsi lahan tersebut sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. (Pasal 50 ayat 3 UU PLP2B)
Apa sanksinya?
Setiap orang yang tidak mengembalikan keadaan tanah LP2B setelah melakukan alih fungsi tanah dikenai sanksi administratif berupa: peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi lahan, pencabutan insentif; dan/atau denda administratif. (Pasal 70 ayat 1 dan 2 UU PLP2B)
Selain itu ada sanksi pidana bagi setiap orang yang melakukan alih fungsi LP2B yaitu penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Jika pelakunya adalah korporasi maka yang dipidana adalah pengurusnya dengan ancaman penjara antara dua tahun hingga tujuh tahun dan denda antara Rp2 miliar dan Rp7 miliar .
Di samping pidana denda, korporasi dapat dijatuhi pidana berupa: perampasan kekayaan hasil tindak pidana, pembatalan kontrak kerja dengan pemerintah, pemecatan pengurus; dan/atau pelarangan pada pengurus untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama.
Ancaman sanksi juga diberikan kepada setiap pejabat pemerintah yang menerbitkan izin pengalihfungsian LP2B tidak sesuai dengan ketentuan yaitu penjara antara satu hingga lima tahun dan/atau denda antara Rp1 miliar dan Rp5 miliar.
Konversi lahan pertanian non pertanian menjadi tantangan tersendiri dalam pembangunan pertanian. Menyusutnya lahan pertanian akan berdampak besar terhadap upaya pemerintah meningkatkan produksi pangan hingga mengancam ketahanan pangan nasional.
Menteri Pertanian Syahrul Yasil Limpo menegaskan akan melawan siapa saja yang melakukan konversi lahan pertanain ke non-pertanian. “Kalau ada yang ingin mengalihfungsikan lahan teknis, laporkan ke saya, karena melanggar undang-undang pertanian. Lawan, masukkan ke penjara,” tegasnya.
Berdasarkan UU No. 41 Tahun 2009 menurut Syahrul, bagi pejabat yang melakukan alih fungsi lahan pertanina akan mendapat ancaman penjara 5 tahun. Sedangkan jika ada korupsi dalam upaya alih fungsi lahan pertanian pertanian ancamannya penjara 7 tahun. “Kalau lahan kita habis, mau makan apa kita. Bisa-bisa yang kita butuhkan hanyalah impor,” tegasnya.
Pengawalan LP2B
Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berbagai infrastruktur kebutuhan membuat alih fungsi lahan pertanian , khususnya lahan sawah dilihat sebagai objek yang paling seksi untuk dialihfungsikan. Karena itu m elalui UU No. 41 Tahun 2009 dan PP turunannya, pemerintah berupaya melakukan pengendalian alih fungsi lahan melalui perlindungan lahan pertanian pangan sebagai salah satu upaya mewujudkan ketahanan dan kepemilikan pangan.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, salah satu amanat mendasar dari UU No. 41 Tahun 2009 adalah LP2B dalam Perda RTRW dan/atau RDTR Kabupaten/Kota. S esuai amanat UU tersebut, LP2B dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi Dan Kabupaten / kota Yang dituangkan hearts Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi maupun Kabupaten / Kota .
Dalam mengintegrasikan Penetapan LP2B dalam Perda RTRW, sudah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No 8 tahun 2017 tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam rangka Penetapan Peraturan Daerah Tentang RTRW Provinsi dan Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota.
Pada Pasal 9 Huruf d disebutkan, evaluasi materi Rancangan Perda Rencana Tata Ruang dilakukan dengan memperhatikan paling sedikit 5 substansi. Satu di antaranya LP2B. Bahkan Per Aturan Menteri ATR / BPN No 1 Tahun 2018 menetapkan persebaran KP2B dimuat hearts RTRW, penunjukan kawasannya digambarkan hearts PETA tersendiri Dan akan ditampilkan (overlay) DENGAN PETA Rencana Pola Ruang.
Melalui komitmen Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) dalam RTRW dan/atau RDTR Kabupaten/Kota diharapkan dapat mengendalikan lahan pertanian agar tidak dialihfungsikan menjadi peruntukan lainnya.
“Perda RTRW juga berfungsi sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang dan pemberian izin lokasi pembangunan skala besar. Sehingga terbentuk keselarasan, keserasian, keterpaduan, kelestarian dan kesinambungan pemanfaatan ruang ,” tutur Sarwo.
Dari hasil rekapitulasi penetapan LP2B dalam Perda RTRW Kabupaten/Kota hingga kini sudah 481 Kabupaten/Kota sudah menetapkan Perda RTRW. Namun dari jumlah tersebut, hanya 221 Kabupaten/Kota yang menetapkan LP2B dalam Perda RTRW dan 260 Kabupaten/Kota tidak menetapkan LP2B dalam Perda RTRW.
Sarwo Edhy mengatakan, rekapitulasi penetapan Perda tentang PLP2B sampai sekarang adalah 67 Kabupaten/Kota dan 17 Provinsi. sebagian besar Perda PLP2B yang ditetapkan hanya memanfaatkan pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang No. 41/2009 maupun peraturan turunannya.
Sesuai amanat UU No. 41 Tahun 2009, penetapan LP2B disesuaikan dengan Perda RTRW kemudian ditindaklanjuti dengan pengaturan yang lebih rinci dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). “Jika Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tetap menyusun dan menerbitkan Perda PLP2B diharapkan dapat mengakomodir muatan lokal dan operasional yang disesuaikan dengan kebutuhan Provinsi, Kabupaten/Kota yang bersangkutan,” kata Sarwo.
Karena itu Sarwo mengapresiasi pemerintah daerah yang telah menetapkan Perda RTRW, Namun dalam pelaksanaannya memang belum semua daerah menyelesaikan Perda RTRW . bahkan bagi yang sudah menetapkan RTRW ada yang belum menetapkan LP2B , serta belum didukung data spasial yang menunjukan zonasi penetapan LP2B tersebut.
Salah satu upaya peningkatan penetapan LP2B adalah melalui Revisi Perda RTRW Provinsi, Kab/Kota. “Upaya penjagaan pelaksanaan perlindungan ini dapat dilakukan dengan integrasi data lahan sawah yang telah dilengkapi spasialnya untuk dipriorotaskan di tetapkan sebagai LP2B,” tutur Sarwo.
* Pemimpin Umum Media Online TARGET BUSER (TBO)