Berebut ‘Fulus’ di Laut Kusam [Dokumentasi Kegiatan Ilegal PIP di Wilayah Tangkap Nelayan]

TBOnline [BANGKA BELITUNG] — Wilayah tangkap nelayan bagi masyarakat pesisir pantai di Kelurahan Air jukung, Kelurahan Mantung, Kelurahan Belinyu, Desa Riding Panjang dan Desa Gunung Muda di Kecamatan Belinyu, yang mencakup wilayah Laut Pelapunai, Kusam, Berok, Batu Kerang, Batu Dinding sampai ke Pulau Mengkubung, hingga kini terancam oleh aktivitas ponton isap produksi [PIP].

Penyisikan TBO, sekitar Maret 2020 wilayah tangkap nelayan ini berubah fungsi menjadi wilayah penambangan timah laut, yang di back up surat perintah kerja [SPK] yang diterbitkan PT.Timah [Tbk].

Bacaan Lainnya

Dugaan ini mencuat karena dalam pengkoordiniran pembelian produksi hasil bijih timah dari PIP mitra ini, pengawasannya dilakukan ketat pihak pengaman dari PT Timah.

Selidik punya selidik, mulusnya operasional ratusan PIP di wilayah tangkap nelayan ini, salah satunya karena dukungan dari pembagian kompensasi hasil pendapatan bijih timah yang masuk dalam kantong para panitia pemegang SPK.

Meski sekitar Juni 2020 SPK tersebut sudah habis masa berlakunya dan PT.Timah tidak menerbitkan lagi perpanjangan SPK, namun aktivitas tidak juga surut.

ketua KUB Nelayan Pelapunai, Bujang sambil memegang surat peryataan nelayan [foto; TBO]
Masih ada aktivitas penambangan timah laut PIP di wilayah Kusam dan sekitar nya tanpa adanya SPK, berarti aktivitas penambangan timah laut tersebut ilegal,” kata Bujang, Ketua KUB Nelayan Pelapunai kepada TBO pekan lalu.

Menurut Bujang, sebelumnya sudah ada penertiban oleh Pol Airud Tanjung Gudang dan juga himbauan dari Polsek Belinyu, namun penambang masih tetap membandel.

“Setiap malam selalu terdengar suara mesin ponton-ponton isap [PIP] beroperasi,” tandas nya.

Kekhawatiran Bujang muncul, karena tanpa SPK, tak ada lagi batasan tangkap bagi nelayan dan masyarakat pesisir pantai dengan aktivitas PIP.

Iskandar, nelayan yang mengeluhkan hasil tangkap nya sejak keberadaan PIP di wilayah tangkap nelayan [foto; TBO]

Kami nelayan dan masyarakat pesisir Pantai Pelapunai sangat menyayangkan aktivitas penambangan timah laut oleh PIP dan TI Rajuk, karena sudah merambah ke tengah. Batu Kukus sudah rusak, jangan lagi Batu Lebar di rusak, karena tak ada lagi tempat kami untuk narik pukat tempat mencari ikan dan udang serta sotong”.

Nelayan Pukat Pelapunai, Iskandar juga mengamini pendapat Bujang ini.

“Kami [nelayan] sangat menyayangkan PIP masih juga beroperasi. Seharusnya segera ditertibkan,” katanya.

Medi, nelayan lain juga mengeluh dengan hasil pendapatannya kini. “Sekarang hasil mukat sangat susah, setelah banyak nya aktivitas penambangan. Sebelum adanya aktivitas penambangan untuk mencari nafkah sebagai nelayan pukat tarik 4 hari bisa mendapat Rp300 ribu. Namun sekarang ini untuk mendapatkan Rp50 ribu per hari pun susah. Hanya dapat untuk lauk makan saja, bahkan kadang tak ada yang bisa di makan,” tuturnya.

Medi berharap agar penambangan timah laut di wilayah mereka ditertibkan agar ekosistem dan biota laut bisa pulih kembali.

“Karena kami sebagai nelayan pukat masih bergantung dengan hasil laut untuk mencari nafkah. Kalau laut sudah dirusak dimana lagi kami harus mencari nafkah, karena kami hanya lah nelayan tradisional pukat. Kami berharap masih ada pemimpin negeri ini mendengarkan keluhan kami”.

Naskah & Foto ; Tim TBO Bangka Belitung

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 Komentar