Suasana “Khas” Gereja HKBP Gedong (Cita Rasa Toleran Umat Beragama)  

Gereja HKBP Gedong

TB –Online, Jakarta

“Pekerjaan apapun bila kita kerjakan dengan ikhlas dengan penuh tanggungjawab niscaya memberi manfaat bagi diri sendiri sekaligus menularkan kebaikan untuk orang lain. Terlebih pekerjaan yang menyangkut nilai-nilai kemanusiaan”.

Kiranya, kalimat nasihat seperti inilah yang menjadi prinsip bapak 4 orang anak ini dalam menekuni pekerjaan yang selama puluhan tahun ini ia jalani. Terlahir sebagai seorang muslim, tentunya pilihan pekerjaan sebagai pengurus rumah ibadah umat agama lain dapat dianggap sebuah langkah kelewat berani. “Awalnya memang banyak pertentangan meski tidak dalam skala besar, apalagi dulu warga disini masih ada yang sulit menerima perbedaan,” demikian penuturan Acep (42 tahun) membuka pembicaraan ihwal mula ia menjejaki pekerjaan sebagai orang yang dipercaya menunggu dan menjaga Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan).

Bang Acep saat berbincang santai

Rumah ibadah yang selalu terlihat teduh dan terawat ini terletak di Jalan Ujung Gedong, No. 31-32, RT.9/RW.10, Kelurahan Gedong, Kecamatan Pasar Rebo, Kota Jakarta Timur.

Dibangun sejak awal 90 an ditengah pemukiman mayoritas muslim, tentu saja di periode awal pembangunannya keberadaan Gereja HKBP Gedong ini menimbulkan rasa tak nyaman dihati warga, apalagi kondisi sosial politik Indonesia masa itu dalam sekejap dapat menciptakan ruang intoleran bagi penduduk, dan sumbu yang paling ampuh menciptakan api ini ialah agama.

Namun Acep memiliki kiat jitu menyimpang jalan ini, baginya perbedaan merupakan sunnatullah atau ketetapan Allah dimuka bumi, sehingga setiap manusia wajib menghormati pilihan yang berbeda ini. Berbekal prinsip ini, Acep bahkan memboyong keluarganya menempati rumah yang difasilitasi pengurus Gereja HKBP Gedong. “Pada awalnya banyak warga yang mencibir pekerjaan saya ini. Ada yang berbicara dibelakang, banyak juga yang terang-terangan mengemukakan ketidaksetujuannya. Pelan-pelan saya tetap jalan dan memberikan pengertian kepada warga,” kenang Acep. Ketidaksetujuan warga, menurut Acep umumnya karena pemahaman mayoritas tentang sikap umat beragama lain yang menurut mereka tertutup dan cenderung eksklusif. “Jadi sebetulnya kuncinya hanya komunikasi dan rasa menghormati diantara kedua pihak, sehingga perasaan negatif yang mengganjal dihati lambat laun akan hilang,” katanya.

Bang Acep saat membersihkan halaman gereja HKBP Gedong pada malam hari

Syukurlah pihak pengurus HKBP Gedong pun memiliki kesamaan dengan pandangan Acep, sehingga seiring berjalannya waktu, terjalin komunikasi dan rasa saling menghormati yang baik dengan penduduk sekitar.

Alhasil, hingga kini suasana di gereja HKBP Gedong pun dirasa memiliki keunikan khas yang jarang dimiliki rumah ibadah lain, karena Acep atas seizin pengurus gereja memberikan ruang seluasnya bagi warga sekitar. “Pintu gerbang gereja selalu terbuka hingga malam hari. Lalu lalang warga pun sudah menjadi pemandangan lumrah. Bahkan pada waktu-waktu diluar jam ibadah, warga sekitar tidak segan untuk duduk-duduk atau sekedar berleha dihalaman gereja. Namun pada saat khidmat ibadah, warga seperti sudah maklum untuk memberikan ruang bagi jamaah. Jadi gereja ini sudah menjadi bagian dari warga Kampung Gedong sendiri,” ujarnya.

Fira (bersambung)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *