Menghadapi Megatrhust, Basarnas Banten dan Personel Gabungan Bakal Gelar Pelatihan

Basarnas Banten (Foto: detik)

TBOnline (BANTEN) | Basarnas Banten akan mengelar latihan penanganan bencana permukaan air di Lebak, Banten. Latihan itu untuk menghadapi ancaman potensi bencana, termasuk megathrust.

Megathrust berpotensi terjadi di Selat Sunda, lempengannya terbentang dari pulau Sumatera hingga Jawa. Ancaman megatrhust menurut penelitian diperkirakan akan menghasilkan gempa 8-9 SR dengan potensi tsunami 10 meter.

Bacaan Lainnya

Tentu saja, penjelasan diatas hanya berupa potensi. Belum pasti terjadi. Meski begitu, antisipasi terhadap hal tersebut tetap perlu dilakukan.

Oleh karena itu, personel SAR dan aparat gabungan seperti Polri, TNI, dan BPBD menggelar pelatihan. Pelatihan itu untuk menyiagakan personel jika sewaktu-waktu ancaman itu benar-benar terjadi. “Jadi berbicara megathurst ini kita sudah sering mendengar bahkan disimulasikan oleh BMKG dengan dampak yang luar biasa besar dengan gempa bumi 8-9 SR, kemudian dampak tsunami bisa sampai 10 meter nanti akan bahas juga disini,” kata Kepala Kantor SAR Banten, Zainal Airifin kepada wartawan seusai membuka Rapat Koordinasi Pelatihan SAR di Hotel Marbella Anyer, Senin (29/4/2019).

Meski demikian, pihaknya berharap potensi itu tidak benar-benar terjadi. Basarnas tidak dapat memperkirakan jumlah korban apabila ancaman itu benar-benar terjadi dan menghantam Banten. “Kalau masalah dampak saya pikir kemarin kita sudah kejadian tsunami yang relatif kecil, ini korban jiwa saja lumayan banyak 500 lebih korban jiwa, bagaimana dengan dampak megathrust ini tidak bisa kita bayangkan, harapannya tidak terjadi,” ujarnya.

Selain pelatihan tanggap bencana, skenario yang akan dijalankan juga untuk menanggulangi pengungsi luar negeri atau yang selama ini dikenal dengan sebutan manusia kapal. Potensi imigran yang berasal dari negara-negara konflik berpotensi besar akan singgah ke Indonesia melalui Samudera Hindia. “Jadi kejadian pengungsi dari luar negeri beberapa tahun belakang memang sangat marak, adanya konflik di Timur Tengah. Nah ini lintasan untuk menuju ke Australia, karena memang negara Australia kan meratifikasi terkait perjanjian pengungsi itu, Indonesia tidak,” kata dia.

Terkait dengan potensi megathrust ini, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati sebelumnya menjelaskan bahwa belum ada cara ataupun teknologi untuk memprediksi secara tepat kapan suatu gempa akan terjadi. Termasuk apakah akan terjadi gempa di suatu wilayah terkait. “Meski para ahli mampu menghitung perkiraan magnitudo maksimum gempa di zona megathrust, akan tetapi teknologi saat ini belum mampu memprediksi dengan tepat, apalagi memastikan kapan terjadinya gempa megathrust tersebut,” ujar Dwikorita dalam keterangannya. Suud (dtk)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *