Jejak Malam Jahanam di Ciracas

Mapolsek Ciracas dibakar sejumlah oknum yang tidak bertanggungjawab (Foto: Tempo)

TBOnline (JAKARTA) – Sisa-sisa tragedi memilukan itu masih berjejak di Kantor Polsek Ciracas, Jakarta Timur hingga kini. Sepekan sudah malam “jahanam” pembakaran dan pengrusakan aset negara di Mapolsek Ciracas itu terjadi. Meski aktivitas pelayanan bagi warga Ciracas sudah berjalan sebagaimana biasa, namun kisruh ini meninggalkan trauma bagi sebagian warga.

Alkisah, petaka ini dipantik pengeroyokan dua anggota TNI di pertokoan Arundina, Cibubur, Jakarta Timur pada Senin (10/12/2018) oleh lima juru parkir, masing-masing: Iwan Hutapea, Agus Pryantara, Herianto Panjaitan, Depi, dan Suci Ramdani. Sementara dua korban pengeroyokan diidentifikasi bernama Kapten TNI AL Agus Komarudin dan anggota Paspamres Prajurit Satu Rivonanda.

Bacaan Lainnya

Keesokan harinya, Selasa malam (11/12/2018) setelah pengeroyokan, polisi mempertemukan salah seorang pelaku dengan korban pengeroyokan di Polsek Ciracas. Mereka sudah berdamai malam itu juga.

Nahas, kabar pengeroyokan ini kadung beredar luas. Polisi dituding lamban, karena empat pelaku lain tak kunjung tertangkap. Tak puas, selasa malam itu juga ratusan orang menyisir dan mendatangi rumah orang tua salah satu pelaku lainnya. Dari sini ratusan massa ini berarak menyambangi Mapolsek Ciracas, mereka meminta polisi mengeluarkan tersangka pengeroyok. Polisi menolak, massa beringas kemudian merusak dan membakar sejumlah fasilitas milik Polsek.

Sebanyak lima anggota polisi termasuk Kapolsek Ciracas ikut terluka. Selain itu, dua warga pengguna jalan yang sedang melintas sempat ikut menjadi sasaraan amuk massa. Satu rumah dan satu markas ormas kepemudaan terkait tersangka pengeroyokan juga dirusak.

PELAKU PENGEROYOKAN DITANGKAP

Tim gabungan Polda Metro Jaya menangkap lima pelaku pengeroyokan anggota TNI AL Kapten Komarudin dan anggota Paspampres Pratu Rivonanda di Ciracas, Jakarta Timur. Para pelaku terancam hukuman maksimal lima tahun penjara. “Tersangka dikenakan Pasal 170 KUHP dengan ancaman 5 tahun ke atas,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (14/12/2018).

Kepolisian bersama unsur TNI melakukan jumpa pers di Mapolda Metro Jaya terkait penangkapan pelaku pengeroyokan anggota TNI di Arundina, Cibubur, Jakarta Timur (Foto; Istimewa)

Kelima tersangka ini langsung ditahan di Polda Metro Jaya. Terkait kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa dua unit ponsel, satu buah KTP, satu buah tas jinjing, satu sweater, satu celana, dan satu jaket.

Kelima pelaku adalah Agus Pryantara, Herianto Panjaitan, Depi, Iwan Hutapea, dan Suci Ramdani. Kelimanya menurut Argo ditangkap di wilayah berbeda. Agus Priyantara ditangkap di rumahnya, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jaktim pada Rabu 12 Desember 2018 pukul 09.00 WIB. Malamnya, pukul 21.00 WIB polisi kembali meringkus Herianto Pandjaitan di rumahnya, kawasan Ciracas, Jaktim. Pada Kamis, 13 Desember kemarin, pukul 13.30 WIB, polisi kembali meringkus Iwan dan istrinya, Suci Ramdani di kawasan Cipayung, Depok. “Lalu, Depi kami tangkap di Cawang, Jaktim, sebelumnya dia sempat pulang ke rumah orangtuanya di Sukabumi, lalu balik lagi ke Jakarta. Dia ini kan sering nongkrong di KFC kawasan Cawang, lalu kita tangkap dia di Cawang,” katanya.

Penangkapan para pelaku dilakukan oleh tim gabungan Polda Metro Jaya yang dipimpin oleh Kasubdit Resmob Kompol Handik Zusen, Kasubdit Jatanras AKBP Jerry Siagian, dan Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur AKBP Ida Ketut.

DESAKAN MENGUSUT PELAKU PEMBAKARAN MAPOLSEK CIRACAS

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyayangkan lambatnya proses penyelidikan pembakaran Polsek Ciracas. Mereka mengkritik polisi yang belum juga mengungkap identitas tersangka pembakar hingga hampir sepekan dari peristiwanya. “Padahal ada indikasi kuat bahwa mereka adalah oknum dari anggota TNI,” kata Juru kampanye Amnesty International Indonesia, Justitia Veda.

Koalisi menilai indikasi kuat para pelaku adalah anggota TNI terlihat dari rangkaian peristiwa yang terjadi sebelum penyerangan. Mereka merujuk kepada peristiwa pengeroyokan dua anggota TNI yang terjadi di pertokoan Arundina. “Apalagi berdasarkan informasi bahwa para pelaku mempertanyakan pihak kepolisian apakah telah menindak pelaku pengeroyokan itu atau tidak,” ujarnya.

Saat massa berkumpul di Polsek Ciracas, mereka cenderung memperlihatkan rasa tidak percaya dan tidak puas atas penjelasan polisi. Bahkan, pimpinan TNI setempat saat itu mendatangi Polsek Ciracas untuk menenangkan massa. “Sekali lagi, Koalisi menyayangkan bahwa hingga hari ini pihak kepolisian belum juga dapat mengumumkan identitas pelaku perusakan kantor Polsek Ciracas,” kata Veda lagi sambil menambahkan, “Seharusnya mudah ditelusuri.”

Sementara itu, aktivis Koalisi Masyarakat Sipil, Arif menambahkan jika polisi tidak bisa bertindak tegas untuk menangkap para pelaku perusakan Polsek Ciracas, maka masyarakat bakal melihat bahwa hukum tumpul untuk menindak kalangan atas. “Hukum hanya tajam kepada yang di bawah,” ujarnya.

Menurut Arif, Tim investigasi gabungan Kepolisian Daerah Metro Jaya bersama Kodam Jaya, Polisi Militer, serta TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara mesti mempercepat pengungkapan kasus pembakaran kantor Kepolisian Sektor Ciracas, Jakarta Timur. Sudah sepekan bekerja, belum ada tanda-tanda pelaku telah teridentifikasi, apalagi ditangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Tim gabungan seharusnya tak kesulitan mendapatkan saksi dan alat bukti. Rekaman video sebelum dan saat penyerbuan beredar luas di Internet. Wajah dan seragam mereka terlihat sangat jelas. Apalagi tersiar kabar bahwa sejumlah pemimpin teritorial dan pejabat kepolisian sempat mendatangi dan menenangkan massa pada malam itu. Artinya, siapa pelaku pembakaran semestinya sudah bisa diketahui. ”Hukum harus ditegakkan kepada siapa pun dalam kasus ini. Penyidik harus menerapkan pasal yang berat kepada para pengeroyok. Selain karena menganiaya anggota TNI yang tak bersalah, mereka kerap meresahkan masyarakat karena aksi mabuk-mabukan di sekitar pertokoan”.

Polisi bersama tim gabungan juga harus berani melindungi saksi yang melihat para penyerbu pada malam itu demi kelancaran penyelidikan. Mereka umumnya adalah penduduk sipil yang sedang melintas dan beraktivitas di sekitar markas polisi tersebut. Sebaliknya, penangkapan pelaku perusakan kantor polisi juga harus dipercepat. Kantor polisi adalah simbol negara yang harus dijunjung tinggi, bukan justru dilecehkan. Penangkapan para pelaku akan menjadi bukti bahwa tidak ada satu pun orang atau lembaga yang kebal hukum di republik ini. Apalagi jika perusakan itu ternyata terbukti dilakukan oleh mereka yang seharusnya menjaga kedaulatan negara dan melindungi masyarakat. Redaksi (Berbagai Sumber)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *