Cerita “Hitam” Sertifikat Plasma Nusa Makmur. Puluhan Tahun Digadai Tanpa Kompensasi

Ilham Akbar, Alhideman, Johannes Hutabarat dan Dedi Kurniawan dari Target Buser bersama Wakil Bupati Banyuasin H. Slamet Somosentono (Foto: Istimewa)

 

TBOnline (BANYUASIN) – Politisi senior yang kini menjabat Wakil Bupati Banyuasin H. Slamet Somosentono, SH atau yang lazim disapa masyarakat Sumatera Selatan dengan panggilan Pakde Slamet, tegas memberikan ultimatum kepada perusahaan perkebunan yang ingin berinvestasi di Kabupaten Banyuasin agar lebih pro rakyat. “Stop dulu HGU, perusahaan wajib memberikan 20% lahan bagi plasma. Makmurkan petani dulu, swadayakan mereka dengan memberikan peluang mendirikan perhimpunan berbadan hukum sehingga dapat ikut mengontrol harga dari hasil perkebunan,” tandas tokoh yang banyak membina warga transmigran di Sumatera ini.

Bacaan Lainnya

Nama Pakde Slamet selama ini memang dikenal pro rakyat, khususnya para petani diwilayah selatan pulau Sumatera, rekam jejaknya terlihat dengan banyaknya berdiri Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai pintu masuk warga untuk turut menikmati jerih payah hasil perkebunan lewat plasma yang menginduk dengan perkebunan inti milik perusahaan pengampu HGU.

Dijumpai Ilham Akbar, Alhideman, Johannes Hutabarat dan Dedi Kurniawan pada Kamis (17/1) diruang Wakil Bupati Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuasin, Pakde Slamet terlihat tengah akrab menerima keluh kesah beberapa warga yang tinggal di pesisir Banyuasin. “Tidak ada yang ditutup-tutupi semua dengan saya terbuka, saya menerima semua aspirasi warga dari berbagai kalangan. Yang datang kesini macam-macam, ada yang butuh lampu, jembatan, pembangunan jalan, pendidikan, kesehatan dan lain hal macam-macam. Kepemimpinan kami dengan bupati tidak memberikan jarak, semua merasa memiliki Banyuasin,” katanya.

Terkait petani plasma di Banyuasin, Pakde Slamet mengaku paham betul bagaimana tantangan dan hambatannya. “Karena saya juga bagian dari situ,” ujarnya. Menurutnya tidak semua perusahaan itu buruk, yang baik ialah bagaimana kehadirannya justru mendongkrak perekonomian warga, membantu daerah meningkatkan PAD.

Terkait tanggungjawab sosial perusahaan (CSR), Wabup Banyuasin ini mengaku bahwa CSR merupakan salah satu program pemerintahannya. “CSR harus tepat sasaran dan mengena, makanya nanti akan langsung disalurkan kepada kecamatan maupun desa, jangan dibawa kesini (baca: Pemkab Banyuasin) karena selama ini begitu. Harus disalurkan kepada warga yang berada disekitar perusahaan itu berdiri,” katanya.

Ditambahkan Pakde Slamet, Perda maupun Pergub terkait CSR sudah ada, bahkan instansi atau forum yang bertugas mengambil dana CSR ini pun sudah ada, namun selama ini penyalurannya tidak tepat sasaran.

Sertifikat Plasma Yang Tidak Jelas Rimbanya

Alkisah disekitar tahun 2005 ratusan sertifikat hak milik (SHM) warga transmigran di Desa Nusa Makmur, Kecamatan Air Kumbang, Banyuasin – Sumsel dimohonkan pemilik HGU PT Tunas Baru lampung (TBL) melalui Koperasi Tunas Mekar Sari dan aparatur desa setempat. “Ini untuk mendata lahan wilik warga yang akan didaftarkan sebagai plasma di PT TBL,” cerita sumber Target Buser.

Pendataan plasma di Desa Nusa Makmur ini tidak serta merta mulus, dalam perjalanannya malah menimbulkan sengkarut karena masih ada sekitar 8 sertifikat warga yang belum dikembalikan dan tidak jelas keberadaannya hingga kini.

Sumber Target Buser menyebut 8 sertifikat ini masih diagunkan di BRI Kantor Cabang Palembang. “Sudah sekian lama 8 sertifikat warga ini diminta kembali, baik melalui BRI, koperasi maupun PT TBL. Namun seperti buntu, warga pemilik sertifikat hanya dapat angin surga saja. Lahannya tidak dapat dimanfaatkan ganti ruginya pun lenyap,” cerita sumber Target Buser.

Wabup Slamet Somosentono yang dimintai tanggapannya tentang hal ini mengaku polemik ini ia dengar sudah cukup lama, bahkan ia mengaku pernah turun tangan membantu memfasilitasi masalah ini kepada pihak-pihak terkait. “Kasusnya sudah lama namun terhenti karena masyarakat pemilik sertifikat tidak ingin melanjutkan,” katanya.

Pakde Slamet menjelaskan kisruh ini bermula karena lahan warga tersebut masih menimbulkan sengketa karena dikuasai pihak lain. “Yang punya sertifikat tidak menduduki lahan, karena diduduki warga Sibokor,” jelasnya. Namun Pakde Slamet mendapat info sertifikat tersebut akan dikembalikan. “Akan dikembalikan ke masyarakat pemilik sertifikat,” katanya.

Sementara itu, Ketua Koperasi Tunas Mekarsari, Supri yang dijumpai Target Buser dirumahnya, Jumat (18/1/2019) menjelaskan bahwa sertifikat tersebut sudah berada di koperasi. “Kita sudah ambil dari BRI dan akan segera menyerahkan sertifikat tersebut kepada warga,” tukasnya. Terlambatnya penyerahan sertifikat ini menurut Supri karena masih terdapat 3 sertifikat lagi yang masih proses roya (baca: perubahan nama). “Akan diserahkan semuanya setelah selesai proses roya di notaris,” ujarnya.

Bersambung (Ikuti Investigasi TARGET BUSER terkait polemik ini selanjutnya)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *