“4 Bulan Laporan Khaidir Dimeja Polisi” Usai Putusan MA, Berkurang Pula Lahan Sengketa (Bagian I)

Mahkamah Agung

Target Buser, ROKAN HILIR

Upaya Khaidir, warga Babussalam, Kepenghuluan Siarangarang, Kecamatan Pujud, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, memperjuangkan hak nya atas lahan seluas ± 13 hektar yang terbagi dalam 4 bidang, peninggalan orang tuanya, tidak serta merta berjalan mulus. 5 tahun lebih ia menunggu kepastian hukum lewat jalur pengadilan. Kini setelah putusan Mahkamah Agung (MA) berpihak padanya. Toh, haknya belum juga bisa dikuasainya secara penuh. Berbekal putusan MA dan bukti-bukti pendukung lainnya, kembali Khaidir berjuang lewat hukum, kali ini ia mengadukan penyerobotan lahannya ke Polres Rokan Hilir. “Saya melapor sejak 17 November 2017, berarti sudah lebih kurang 4 bulan berjalan di Polres Rokan Hilir,” katanya.

SK Ketetapan MA

Kepada Target Buser, Khaidir mengungkapkan kegetirannya menghadapi Asmara, yang berselisih dengannya atas lahan yang terletak di Sungai Ulak Bengkuang, Kepenghuluan Siarangarang, Kecamatan Pujud, Rokan Hilir tersebut. Menurut Khaidir, gugatan awal Asmara atas dirinya di Pengadilan Negeri (PN) Rokan Hilir, ialah atas salah satu bidang lahan sengketa, seluas 6 hektar yang didudukinya. Klaim Asmara, lahan 6 hektar yang dikuasai Khaidir ialah milik Abdul Muis, orang tuanya, yang pada 22 Maret 1994 menuliskan surat wasiat, yang pada intinya menyerahkan seluruh lahan peninggalannya kepada Asmara.

Di pengadilan tingkat pertama ini, Khaidir dikalahkan, namun disini jugalah terungkap beberapa fakta yang semakin menguatkan klaim Khaidir atas 4 bidang lahan seluas lebih kurang 13 hektar tersebut. Ia yakin seluruh lahan tersebut bukan milik almarhum Abdul Muis orang tua Asmara, melainkan milik orang tuanya, KH. Bahar (alm). “Atas putusan PN ini, saya kemudian banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Pekan Baru, karena terdapat bukti dan saksi yang menguatkan hak saya,” tukasnya. Dalam waktu yang bersamaan dengan proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Rokan Hilir inilah, terjadi penjualan secara sepihak oleh Asmara terhadap objek sengketa. Inilah yang kemudian memantik pelaporan Khaidir ke Polres Rokan Hilir beberapa waktu lalu. “Ada sekitar 7 hektar lahan yang dijual Asmara,” kata Khaidir.

Dus, Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Pekan Baru, Nomor 216/Pdt/2014/PT PBR, tanggal 24 Februari 2015, dalam amar putusannya menyebutkan membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Rokan Hilir Nomor 24/PDT.G/2013/PN RHL, tanggal 2 Juni 2014. Asmara tak jera, ia kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dari sini  perlu sekitar 1 tahun, sampai Mahkamah Agung (MA) kemudian mengeluarkan putusan Nomor : 541 K/Pdt/2016 tanggal 19 Oktober 2016 yang menguatkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Pekan Baru Nomor 216/Pdt/2014/OT PBR tanggal 24 Februari 2015.

Meski putusan Mahkamah Agung (MA) ini berpihak kepada Khaidir, namun ia mesti menghadapi kenyataan, dari ± 13 hektar lahan yang diperjuangkannya hingga ke MA, terdapat sekitar 7 hektar lahan yang sudah dijual Asmara kepada pihak ketiga. Inilah buntut persoalan pelaporan Khaidir ke pihak kepolisian.

Dalam SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) Nomor: B/30/II/2018/Reskrim, tanggal 12 Februari yang diperlihatkan Khaidir kepada Target Buser, disebut kepolisian telah memeriksa saksi-saksi, antara lain : Khaidir alias Haider (pelapor), Arifdan alias Ardan, Safrizal alias Izal bin Hasan (Alm), Samsuar alias Isu (Ketua RW 01), M. Nasri alias Inas (Mantan penghulu Babussalam Rokan), Herman Pelani (Ketua RT 01), Antoni, Robianto (Mantan penghulu Babussalam Rokan), Asmara, SH., MH.

Sementara itu, Brigadir Polisi Anta Arief Siregar, penyidik pembantu Polres Rokan Hilir  yang dihubungi Target Buser, Jumat (06/04/2018) mengakui kasus ini masih dalam proses. “Kita sudah memanggil saksi-saksi,” katanya. Ilham A.R

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *